Kirim Delegasi 10 : Kuliah Daring Oktober 2021 “Owa Kelempiau dan Konservasinya di Indonesia”
Inayah
Chairun Nisa (KSP XVIII) & Firdias Astia Safitri (KSP XIX)
Jakarta
- Pada (21/11/2021) Yayasan
Palung mengadakan Kuliah Daring dengan tema “Owa Kelempiau dan Konservasinya di
Indonesia” melalui platform Google
Meeting. Kuliah daring ini mengundang 1 pembicara, yaitu Nur Aoliya yang
merupakan Mahasiswa Pascasarjana IPB dengan jurusan Biosains Hewan dan
sekaligus Finance Officer di komunitas Swara Owa. Adapun kuliah daring ini
diadakan sekaligus untuk memperingati hari Owa yang jatuh pada tanggal 24
Oktober.
Owa merupakan ordo primata, famili
Hylobatidae. Di Indonesia terdapat 2
genus owa, yaitu Hylobates dan Symphalangus. Spesies dari owa ada 9,
yaitu Hylobates albibaris (Owa
Kelempiau), Symphalangus syndactylus (Siamang),
Hylobates lar, Hylobates agilis, Hylobates
klosii, Hylobates mulleri (Owa
Kelawet), Hylobates abbotii, Hylobates funereus, dan Hylobates moloch (Owa Jawa).
Persebaran atau distribusi owa di
Jawa ada 1 spesies yaitu Hylobates moloch
(Owa Jawa). Di Sumatera ada 4 spesies yaitu Hylobates klosii, Hylobates lar, Hylobates agilis, Symphalangus syndactylus. Di Kalimantan ada 4
spesies yaitu Hylobates mulleri, Hylobates
abbotii, Hylobates funereus, dan Hylobates albibaris.
Status IUCN dari ke-9 spesies owa
tersebut adalah Endangered atau
terancam punah. Menurut MENLHK, owa termasuk hewan/primata yang harus
dilindungi kecuali spesies Hylobates
abbotii dan Hylobates funereus
dikarenakan pemerintah masih beranggapan bahwa 2 spesies tersebut masih dalam
kategoti mulerri. Namun, dalam
Peraturan Pemerintah, semua Hylobatidae dilindungi keberadaannya.
Hylobates
albibaris atau owa
kelempiau memiliki morfologi dengan rambut berwarna coklat sampai kehitaman
terutama pada bagian dada dan lengan bagian dalam memiliki warna kehitaman.
Alis berwarna putih dan kadang di jenggotnya berwarna putih. Untuk membedakan
jantan dengan betina, pada jantan memiliki rambut bugis, sedangkan pada betina
tidak ada. Untuk panjang tubuhnya sekitar 45-55 cm dengan berat jantan lebih
besar dari betina. Untuk lengannya, semua jenis Owa memiliki lengan yang lebih
panjang dari kakinya yang memungkinkan dia untuk bergerak brakiasi.
Ekologi Owa Kelempiau dapat ditemui
di hutan primer, sekunder, pegunungan, hutan dataran rendah dan rawa gambut.
Dia adalah satwa diurnal dan arboreal yang menghabiskan waktunya di kanopi
pohon. Untuk teritorinya 47 hektar. Satwa ini hidup berkelompok dengan sistem
monogami yaitu hanya ada satu betina dewasa dan satu jantan dewasa.
Untuk perilaku Owa Kelempiau lebih banyak berpindah pohon dan paling sedikit bersosial. Untuk waktu istirahatnya, banyak dilakukan dengan bergelantungan. Aktivitas sosialnya dengan bergrooming atau menyusui anaknya.
Owa Kelempiau ini lebih banyak
memakan buah-buahan karena owa ini termasuk satwa fructivorous yang makanan
utamanya adalah buah-buahan, tetapi Owa juga memakan bunga, pucuk pohon, dan
serangga seperti rayap atau tawon. Pada musim kering terjadi penurunan intensitas
memakan buah karena memang biasanya pada musim kering buah di hutan tidak
tersedia banyak sehingga lebih banyak memakan bunga dan pucuk muda.
Ada 5 jenis suara, yang pertama
suara duet yang rata-rata owa jantan dan betina mengeluarkan suara duet. Kedua Coda, yaitu suara yang hanya dikeluarkan oleh jantan. Ketiga Great call, yaitu suara yang hanya
dikeluarkan oleh betina. Keempat Hooting,
yaitu suara sebelum great call. Kelima Alarm
call, yaitu suara saat menghindari predator. Jenis suara yang paling banyak
dikeluarkan owa ini adalah suara duet pada pagi hari, kedua hooting, dan ketiga coda. Fungsi suara duet
yaitu untuk menandai wilayah teritori mereka dan sebagai bentuk penguat dari
pasangan.
Di Kalimantan, sebenarnya populasi
owa banyak yang berada di area yang
tidak dilindungi. Kemudian, banyak aktivitas manusia seperti logging, dibukanya
lahan perkebunan, pembangunan infrastruktur yang mengakibatkan habitat owa
saling terpisah dan menjadi terfragmentasi dan menyebabkan populasinya semakin
menurun. Selain itu ada juga kebakaran hutan yang menyebabkan habitatnya
berkurang yang secara otomatis habitatnya juga berkurang. Kebakaran hutan juga
tidak hanya menyebabkan berkurangnya populasi, tetapi juga menyebabkan
perubahan perilaku yaitu pada saat terjadinya kebakaran hutan, owa ini tidak
akan bersuara atau intensitas bersuaranya akan berkurang. Juga ada ancaman
adanya perburuan dan perdagangan primata. Akhir-akhir ini selama pandemi,
muncul tren memelihara primata termasuk owa kelempiau ini. Tentunya hal ini
sangat mengkhawatirkan karena owa yang dijual dipasaran itu biasanya adalah
bayi dan induknya yang dibunuh.
Dari KLHK, upaya yang telah
dilakukan diantaranya adalah adanya penegakan hukum yaitu dengan menangkap atau
mengadili orang-orang yang menjual satwa liar termasuk owa. Selain itu, juga
dibentuk gapung atau pihak yang mengawasi kejahatan satwa liar. KLHK juga
bekerja sama dengan LSM atau organisasi yang bergerak di bidang konservasi
primata. LSM ini memiliki program rehabilitasi dan reintroduksi dimana LSM ini
menerima Owa yang hasil sitaan atau penyerahan dari warga yang owa nya masih
bayi yang tidak bisa dilepasliarkan ke alamnya, atau satwa yang mengalami luka
sehingga memerlukan waktu untuk direhabilitasi. Selain itu, juga ada kegiatan campaign, seperti contohnya merayakan
hari Owa pada tanggal 24 Oktober. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk
konservasi Owa adalah membuat cerita-cerita mengenai Owa untuk anak kecil.
Kegiatan konservasi lainnya yang penting untuk dilakukan yaitu kegiatan
rehabilitasi habitat dan community
development dimana harus memberikan kegiatan training kepada masyarakat
sekitar agar dapat memanfaatkan wilayah di sekitar kelempiau tanpa merusak
habitatnya.
Salam Lestari!
Salam Konservasi!
KSP Macaca UNJ
Inisiatif, Kreatif, Kontributif
© HUMAS KSP Macaca UNJ
Komentar
Posting Komentar