(Caper: Catatan Perjalanan)
Ghita Rosika Amalia
KSP 12
Macaca
fascicularis atau biasa yang kita
kenal dengan Monyet Ekor Panjang mungkin sudah tidak asing lagi untuk kita
khususnya anggota yang berpartisipasi dan berada dalam organisasi konservasi
primata KSP Macaca. Primata yang
dulunya “sering” dipanggil dengan sebutan ‘Sarimin Pergi ke Pasar’ ini saya
jadikan sebagai objek penelitian selama Kuliah Kerja Lapangan di Pangandaran
bersama rekan saya Imam, Dea, Arum dan Tri Eka serta tidak lupa dengan Dosen
Pembimbing kami, dosen terasyik yaitu Bu Ninul. Hidupnya yang kosmopolit
pastinya lebih memudahkan untuk kita menjumpainya dimanapun. Perilakunya yang
dengan mudah terhabituasi membuat kami tertarik untuk mengamatinya terutama
perilaku agonistik yang kerap kali kita jumpai di Muara Angke. Agonistik yang
dilakukan oleh Monyet Ekor Panjang ini mengarah pada para wisatawan yang berada
di Pangandaran, karna itu saya dan teman – teman saya mengangkat judul
penelitian “FAKTOR AKTIVITAS WISATAWAN YANG MEMPENGARUHI PERILAKU AGONISTIK
MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis
Raffles, 1821) DI TWA dan CA PANGANDARAN”
Primata kosmopolit di Pangandaran ini
terkenal dengan sebutannya sebagai Monyet Abu. Perilakunya yang agresif dan
sering menyerang para wisatawan pun sangat sering dijumpai tidak heran bahwa
saya dan beberapa teman – teman bahkan dosen saya pun terkena perilaku
agonistiknya. Menurut Eaton (1986) perilaku agonistik
adalah perilaku yang meliputi sikap untuk berkelahi dan intimidasi. Banyaknya
wisatawan yang datang berlibur dan habitat Monyet Ekor Panjang yang hidupnya
berdampingan dengan manusia menjadikan perilaku mereka lebih agresif dari
biasanya. Tempat penelitian yang kami ambil adalah di Taman Wisata Alam Pantai
Pasir Putih Pangandaran dimana banyak wisatawan yang datang untuk menikmati
laut dan juga snorkeling disana serta
Cagar Alam Ciborok Pangandaran, yang termasuk daerah yang sering dilewati oleh
wisatawan. Hipotesis pertama saya muncul mungkin karna Monyet Abu ini merasa
terancam dengan keberadaan manusia yang mau tidak mau harus terhabituasi di
dalam habitatnya ini, tapi ternyata setelah melakukan pengamatan selama dua
hari, faktor wisatawan juga sangat berpengaruh dalam memicu perilaku agonistik
Monyet Abu tersebut.
Kami membuat tiga
faktor aktivitas wisatawan yang mempengaruhi perilaku agonistik Monyet Abu,
yaitu membawa barang, memberi makan dan sengaja mendekati Monyet Abu. Banyak
wisatawan yang membawa barang menarik perhatian Monyet Abu ini, mungkin dia
mengira barang bawaan wisatawan terdapat banyak makanan yang dapat diambil.
Saya pun melihat ketika kelompok teman saya sedang melakukan penelitian dan
menaruh barang – barangnya yang berisi alat – alat dan bahan penelitian, Monyet
Abu ini mulai mendekati dan melihat – lihat apa isi barang tersebut dengan
mengacak – acak, setelah dia tidak menemukan adanya makanan barulah Monyet Abu
pergi dan mendekati wisatawan lain.
Pertama saya akan
menceritakan penelitian saya dan teman – teman saya pada hari pertama di Taman
Wisata Alam Pantai Pasir Putih Pangandaran. Banyak wisatawan yang juga sengaja
mendekati Monyet Abu ini, memberi makan, mengambil gambar maupun meledek Monyet
Abu ini. Hasil penelitian yang kami dapatkan semakin bagus ketika ada
sekelompok wisatawan yang ceroboh berasal dari jawa timur sedang snorkeling di Pantai Pasir Putih Pangandaran sambil
menikmati pemandangan bawah laut. Awalnya mereka sengaja mendekati Monyet Abu
dan tidak jarang memancing perilaku agonistik Monyet Abu dengan plastic bekas
makanan mereka. Monyet Abu segera menggeram dan merebut plastic tersebut.
Ketika sekelompok wisatawan tersebut sedang lengah dan terlalu terlena dengan
pemandangan di Pantai Pasir Putih, mereka tidak memantau ataupun menjaga barang
bawaan mereka. Tas yang mereka gunakan pun hanya mereka gantungkan di pohon. Saking
asyiknya berenang, mereka tidak menyadari bahwa sekelompok Monyet Abu yang dari
tadi mengawasi dan mengincar barang bawaan mereka telah mendekati tas wisatawan
tersebut.
Dengan sigap dan
seakan sudah terlatih, Monyet Abu mengambil barang yang berada didalam tas
wisatawan. Hal pertama yang menarik adalah, seakan tau barang penting
wisatawan, si Monyet Abu mengambil dompet dan handphone wisatawan. Ketika salah seorang wisatawan tersebut
melihat, dengan segera ia berteriak “Hey!” sambil mengejar Monyet Abu. Situasi
dan kondisi menjadi ramai, para wisatawan menghentikan aktivitasnya, sebagian
ada yang hanya menonton saja, sebagian hanya tertawa bahagia, sebagian lagi
memukul Monyet Abu dengan batu agar Monyet Abu segera mengembalikan dompet serta
handphone mereka. Tentunya, saya dan teman – teman saya
salah satu yang tertawa bahagia karna mendapatkan data yang bagus untuk
penelitian kami, hehe terimakasih kepada mas – mas tersebut. Hal menarik kedua
ketika Monyet Abu mulai membuka dompet wisatawan dan juga mengeluarkan semua
isi dompet tersebut baik kertas - kertas yang berada di dalam dompet. Entah apa
isi kertas tersebut, semoga bukan kertas kenangan dari sang mantan alias surat
cinta(?), uang – uang berwarna biru berterbangan ditepi pantai dan juga stnk
wisatawan yang dibuang oleh Monyet Abu. Wisatawan tersebut tidak tinggal diam,
dia terus mengejar Monyet Abu dan melemparinya dengan batu serta omelan –
omelan kecil dalam bahasa jawa. Monyet Abu yang terganggu mulai menyeringai
kepada wisatawan tersebut. Ketika dompet tersebut sudah rusak, Monyet Abu
melemparkannya ke bawah dan langsung pergi.
Hal menarik lainnya
adalah hal lucu yang saya dengar dari salah satu mamang jagawarna tersebut
adalah ketika si mamang memanggil setiap Monyet Abu dengan sebutan dede. Mamang
tersebutdengan santai berkomunikasi dengan Monyet Abu dan meminta Monyet Abu
mengembalikan handphone wisatawan
dalam bahasa sunda. Ketika mamang tersebut mengatakan “de, lemparkeun de,
jatuhkeun” seakan mengerti, Monyet Abu melempar handphone mas – mas tersebut ke bawah dan jatuh mengenai bebatuan. Handphone mas – mas tersebut seketika
hancur tidak berbentuk. Peristiwa semacam ini seharusnya menjadikan para
wisatawan lebih berhati – hati lagi dalam menjaga barang bawaannya terutama
jangan berusaha untuk mengganggu Monyet Abu. Setelah puas mengumpulkan data
dari mas – mas tersebut, kami pamit pergi untuk kembali ke pintu gerbang Cagar
Alam karna hari sudah semakin siang dan juga sudah waktunya untuk sholat dan
istirahat.
Setelah selesai makan, saya dan teman –
teman saya serta Bu Ninul kembali ke tempat tersebut. Karna waktu sudah
menunjukkan pukul 14.00 WIB, wisatawan yang ada sudah berkurang, Monyet Abu pun
sudah tidak sebanyak sebelumnya. PErilaku mereka hanya sebatas bermain dan makan
sampah yang dihasilkan wisatawan. Karna dirasa sudah tidak ada lagi aktivitas
agonistik Monyet Abu maka kami mengakhiri pengamatan tersebut.
Hari kedua kami kembali ke Pantai Pasir
Putih, saat perjalanan kami ke Pantai Pasir Putih kami bertemu dengan Hanif
yang juga sedang melakukan penelitian aktivitas harian Monyet Ekor Panjang.
Dengan santai kami berjalan melewati Monyet Abu yang sedang beraktivitas.
Awalnya ketika Imam lewat tidak ada masalah, ketika Eka dan Arum lewat pun
tidak terjadi apa – apa, tetapi ketika saya mulai melewati sekelompok Monyet
Abu tiba – tiba dari arah kiri saya seekor Juvenille
male menyerang saya diikuti dengan adult
male yang menyeringai sedangkan si Juvenille
male tersebut menarik rok saya. Merasa takut dan juga kaget saya berteriak
meminta pertolongan kakak – kakak yang berada disitu dan teman – teman saya.
Hal yang menyebalkan pun terjadi ketika mereka malah tertawa dan menulis data
menjadikan saya sebagai objek. Hanif berteriak “Ghita kamu lari aja Ghit”
sedangaka saya spontan tidak bergerak karna merasa takut atas serangtan
mendadak Monyet Abu. Akhirnya Arum mulai membantu saya mengusir Monyet Abu
dengan melayangkan kayu ke arah Monyet Abu.
Setelah peristiwa mengejutkan tersebut,
kami berjalan kembali kea rah Pantai PAsir Putih. Anehnya sepanjang perjalanan
pun kami tidak melihat adanya Monyet Abu. Kalau kata mamang disana “Monyetnya
lagi reunian neng, makanya nggak ada”. Kami terus menelusuri pantai Pasir Putih
berharap bertemu dengan Monyet Abu, tetapi tidak ada satupun yang terlihat.
Merasa lelah menunggu walaupun kami sudah terbiasa menunggu hal yang tidak
pasti akhirnya kami memecah kelompok. Arum, Dea, Eka dan Bu Ninul menanti
kedatangan Monyet Abu di Pantai Pasir Putih, sedangkan saya dan Imam kembali ke
Ciborok, tempat saya diserang tadi. Ketika saya dan Imam sudah sampai di
Ciborok, kami melihat sekelompok Monyet Abu yang tadi menyerang saya dan juga
kelompok Hanif yang sedang melakukan pengamatan. Akhirnya kami bergabung dan
mengamati Monyet Abu bersama – sama. Tidak terjadi aktivitas agonistik yang
kami lihat sampai pada akhirnya ada sekelompok wisatawan sedang melakukan
piknik diluar daerah Cagar Alam, dengan cepat sekelompok Monyet Abu memanjat
pagar melewati pembatas dan langsung berlari kea rah wisatawan. Mulanya,
wisatawan tidak merasa terganggu karna mereka hanya mengusir Monyet Abu dengan
kibasan tangan, tetapi ketika Monyet Abu yang lain datang, wisatawan mulai
merasa terganggu.
Seekor Monyet Abu Juvenille male mengambil botol the sisri pengunjung, wisatawan yang
sedang piknik pun merasa takut karna banyaknya jumlah Monyet Abu yang
menghampiri mereka. Wisatawan tersebut bangun dan mulai mengambil tongkat untuk
mengusir Monyet Abu. Bukannya merasa takut, Monyet Abu tersebut malah melawan
dan kembali mengambil makanan wisatawan. Merasa sudah terancam, akhirnya
wisatawan mengemasi barang dan masuk ke dalam mobil lalu pergi. Monyet Abu pun
kembali masuk ke dalam Cagar Alam dan kembali melakukan aktivitas seperti
sebelumnya.
Perilaku Agonistik Monyet Abu maupun primata
– primate lain sangat menarik untuk diamati, diteliti dan dianalisis. Tidak
sedikit wisatawan yang datang memberikan makan kepada Monyet Abu sehingga ia
sudah terhabituasi dan perilaku alaminya pun berubah. Banyaknya wisatawan
membawa barang diserang adalah karna sikap wisatawan yang sudah mengubah
perilaku Monyet Abu tersebut, sehingga ketika wisatawan datang dengan membawa
barang bawaan, Monyet Abu atau yang akrab dipanggil dede ini mulai mendekati
wisatawan yang mengira bahwa barang bawaan wisatawan tersebut adalah makanan
makanya tidak jarang perilaku agonistik Monyet Abu dipicu oleh aktivitas
wisatawan sebelumnya. Hingga saat ini kami belum bisa memastikan bagaiman untuk
menghentikan perilaku agonistik Monyet Abu tersebut terhadap pengunjung.
Karna waktu sudah semakin siang, maka
pengamatan kami akhiri dan kami kembali ke hotel untuk persiapan presentasi
hasil pengamatan kami selama dua hari ini. Setelah itu kami istirahat untuk
besok body rafting dan juga pulang ke
rumah masing – masing. Harapan saya bahwa nantinya penelitian saya dan teman –
teman saya ini bisa memberikan manfaat kepada wisatawan agar kegiatan wisatanya
tidak terganggu oleh keberadaan Monyet Ekor Panjang yang kini statusnya sudah
dilindungi pemerintah.serta untuk mengelola wilayah sehingga mengurangi
terjadinya konflik antara wisatawan dan Monyet Ekor Panjang.
Komentar
Posting Komentar