Kirim Delegasi 7: Webinar Primatology
Gebby Chrislia Puspaningrum (KSP XVIII)
Bogor – Pada (19/6) Institut Pertanian Bogor Primatologi telah
melaksanakan webinar dengan tajuk Primatology. Primata merupakan hewan yang
memiliki kekerabatan terdekat dengan Hominid. Indonesia sebagai negara
megabiodiversitas, memiliki keragaman primata yang cukup tinggi serta banyak
sekali primata yang bersifat endemik. Namun, hampir seluruh spesies primata tersebut terancam dalam ambang kepunahan. Tentunya
selain upaya konservasi, penelitian yang komprehensif perlu dilakukan pula
untuk mengetahui berbagai faktor kehidupan primata tersebut guna memberikan
masukan atau saran dalam upaya memutuskan regulasi, langkah konservasi, dan upaya
pelestarian habitat yang efetif efisien. Banyak sekali peluang yang dalam
bidang primatologi mengingat peran primata yang begitu penting bagi ekosistem
maupun manusia itu sendiri. Sayang sekali bukan apabila peluang tersebut
dilewatkan begitu saja? Oleh karena itu KSP Macaca UNJ mengirim delegasi yaitu Gebby
Chrislia Puspaningrum (KSP XVIII) dan Farhan
Adyn (KSP XV). Agar tidak terlewat informasi penting ini, Gebby Chrislia
Puspaningrum (KSP XVIII) membuat rangkuman webinar tersebut secara informatif. Lets
Enjoy!
Pada hari Jumat, 19 Juni 2020 telah
dilaksanakan Webinar Primatology yang diadakan adalah Institut Pertanian Bogor.
Penyampaian materi oleh tiga pembicara dengan pokok materi yang berbeda. Untuk
materi pertama mengenai Satwa Primata Indonesia : Peluang dan Tantangan Bidang
Minat Konservasi di Program Studi Primatologi yang disampaikan oleh Dr. Ir.
Entang Iskandar, M.Si. Berikut notulensi untuk sesi pertama.
Menurut referensi, terdapat sekitar 505 spesies di
dunia dan Indonesia memiliki jumlah spesies primata tertinggi ketiga di dunia,
yaitu 59 spesies. Dimana lebih dari 30% merupakan satwa enedemik dengan 61%
satwa primata sudah dalam status dilindungi. Selain website, IUCN juga
mempublikasikan secara berkala daftar primata yang sangat terancam punah dalam
suatu list berjudul Primates in Peril.
Dalam daftar tersebut ditemukan tiga spesies Indonesia, yaitu Nycticebus javanicus, Simias concolor dan Pongo Tapanulliensis.
Berdasarkan jumlah spesies yang ada di Indonesia
artinya masih ada peluang untuk mengeskplor dan melakukan penelitian. Oleh
karena itu, dibutuhkan ilmu dasar primatologi sehingga terciptalah program
studi primatology. Program studi primatologi sendiri memiliki tiga bidang
minat, yaitu biomedis, biologi dan konservasi. IPB memiliki fasilitas untuk
melakukan penelitian berupa laboratorium salah satunya laboratorium sumber daya
hewan dan untuk mahasiswa S2 dapat melakukan penelitian di Pulau Tinjil
sekaligus dilakukan pelatihan tahunan.
Untuk tantangan sendiri dalam program studi tersebut
adalah pencarian dana untuk penelitian, namun terdapat beberapa peluang
beasiswa serta grants penelitian sebagai solusi dari tantangan tersebut.
Untuk materi kedua tentang Aplikasi Biologi Molekuler
dalam Mendukung Penelitian Biomedis dan Konservasi Satwa Primata Indonesia yang
disampaikan oleh Dr. Uus Saepuloh, S,Si. M. Biomed. Berikut notulensi untuk
sesi kedua.
Perkembangan biologi molekuler ditandai dengan adanya berbagai
teknik salah satunya yaitu teknik PCR dan sekuensing genom. Masa perkembangan
tersebut dinamakan post-genomic era.
Teknik yang paling berpengaruh untuk biologi molekuler adalah teknik PCR,
teknik ini mampu mengcopy materi genetic dalam bentuk DNA sampai mencapai
jumlah tertentu sehingga dapat dideteksi. Teknik PCR diaplikasikan dalam
epidemiology, patology, diagnostic, forensic sampai wabah covid-19 saat ini.
Kegiatan penelitian bidang biologi molekuler di PSSP
IPB dilakukan untuk mendukung konservasi primate Indonesia. Salah satu
kegiatannya adalah analisis keragaman genetic Bilou (Hylobates klossi) di kepulauan Mentawai, yaitu dengan melihat pola
keturunannya secara non-invasive menggunakan feses sebagai sampel penelitian
tersebut. Selain itu, telah dilakukan penelitian juga terhadap Orang Utan dan
Owa Jawa yaitu mengidentifikasi penyakit Hepatitis B dengan menggunakan teknik
PCR. Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa terdapat perbedaan
hepatitis antara orang utan, owa jawa, manusia dan satwa primata lainnya.
Sedangkan, untuk tantangan dan peluang penelitian ke depannya yaitu terkait
Covid-19 dengan mencari model satwa untuk menemukan vaksin.
Untuk materi terakhir tentang Sel Punca Asal Satwa
Primata dalam Penelitian Biomedis yang disampaikan oleh Dr. Silmi Mariya, S.Si,
M.Si. Berikut notulensi untuk sesi ketiga.
Sel punca memiliki populasi sel yang belum memiliki
fungsi khusus yang dapat berdiferensiasi ketika diarahkan. Sel punca
berdasarkan sumber dibedakan menjadi sel punca embrionik dan sel punca dewasa.
Keuntungan dari sel punca embrionik bersifat pluripotent namun kelemahannya
yaitu pertumbuhan yang sulit terkontrol sehingga menjadi tumor. Sedangkan untuk
sel punca dewasa memiliki kelebihan yaitu pertumbuhannya lebih mudah terkontrol
namun terdapat kekurangan yaitu jumlahnya sedikit dan sukar ditumbuhkan di laboratorium.
Tantangan dalam melakukan penelitian ini adalah
sulitnya mencari sumber sel punca yang sesuai dengan desain penelitian. Untuk
sumber sel punca dari primate berasal dari sumsum tulang, kelenjar susu,
matriks tali pusat, jaringan adipose dan placenta. Untuk transplantasi sel
dilakukan secara autologus dan allograft. Untuk prosedur penelitian harus
melalui persetujuan Komisi Pengawasan Kesejahteraan dan Penggunaan Hewan
Penelitian
Untuk penelitiannya sendiri telah dilakukan penelitian
oleh mahasiswa primatology yakni menganai aritmia jantung diferensiasi
kardiomiosit asal sel punca mesenkimal sumsum tulang M. nemestrina. Selain itu, telah dilakukan penelitian prediabetic group dan sel punca asal
kelenjar susu Macaca fascicularis.
Menarik sekali bukan penelitian dibidang primatologi? Tidak
hanya tentang persebaran dan perilakunya saja, ternyata peluang penelitian primata
dapat meluas hingga ke berbagai bidang salah satunya biologi molekular. Peluang
tersebut rasanya membuat kita semakin semangat untuk terus berusaha memperkaya
ilmu agar mampu menjaga fauna unik ini. Sebagai kaum terpelajar alangkah
baiknya jika kita teredukasi dengan baik kemudian mengaplikasikannya secara
langsung agar lebih bermanfaat. Pada akhirnya kecintaan akan membawa hati kita
untuk terus melestarikan primata dan habitatnya agar selalu tetap ada dari
generas ke generasi.
Salam Lestari!
Salam Konservasi!
KSP Macaca UNJ. Inisiatif, Kreatif, Kontributif
© HUMAS KSP Macaca UNJ
Wah, bagus sekali catatannya. Kerja bagus notulen!
BalasHapus