Kirim Delegasi 4 : WEBINAR Human Wildlife Relung Konservasi: Peran Peneliti Sosial dalam Mengisi Relung Sains Konservasi
Kirim Delegasi 4 : Webinar Human Wildlife Relung Konservasi: Peran Peneliti Sosial dalam Mengisi Relung Sains Konservasi
Ma’rifatu Firrizky (KSP XVIII) dan Elrica Amaliah Putri (KSP XIX)
Materi
1 oleh kak Rahayu Oktaviani: Menggaungkan Nyanyian Owa Jawa
Owa jawa saat ini memiliki status endangered atau terancam, dari Pulau Jawa sendiri yang memiliki sebaran hutan yang begitu terfragmentasi menjadi salah satu ancaman bagi owa jawa sendiri. Deforestasi yang menyebabkan kehilangan habitat. Beberapa sifat ekologi owa jawa, dimana owa jawa ini endemik, hanya dapat ditemukan di Pulau Jawa dengan sebaran terbatas. Owa jawa merupakan sosio-monogami yang hidup dalam satu keluarga kecil seperti manusia. Biasanya mereka hidup 2-6 individu dalam satu kelompok, mereka juga merupakan hewan territorial yang menjaga betul wilayah tempat mereka tinggal dan mereka banyak menghabiskan hidupnya diatas pohon atau arboreal.
Peranan owa jawa dialam bertugas sebagai agen penyebar biji. Tanpa owa, hutan tidak ada, tanpa hutan, owa jawa pun tidak bisa hidup, karena owa jawa merupakan satwa frugivor (pemakan buah-buahan), terutama saat makan, biji yang dimakan tetap utuh sampai fesesnya dan ini yang akan disebarkan di sekeliling hutan. (diperdengarkan suara owa jawa). Hutan tidak hanya menyediakan rumah bagi owa jawa tapi juga menjadi jasa ekologi, maupun jasa ekonomis untuk masyarakat yang ada di sekitar hutan. Jasa ekonomis yang didapat salah satunya adalah jasa wisata alam. Salah satu ancaman bagi owa jawa adalah perdagangan liar yang banyak diambil untuk dijadikan hewan peliharaan, dimana motifnya dapat berupa ingin memegang control, ingin memberikan kasih sayang atau parental care kepada hewan peliharaan mereka.
Materi 2 oleh kak Sandy Leo: Urgensi dan tantangan penelitian amfibi dan reptil untuk mendukung upaya konservasi dan meminimalisir konflik manusia-satwa liar.
Spesies amfibi dan
reptil di Indonesia saat ini, sebesar 6% amfibi dari spesies dunia sedangkan
populasi reptil sekitar 8% dari spesies dunia. Peran amfibi dan reptil di alam,
yaitu sebagai bioindikator lingkungan dimana beberapa spesies sensitif terhadap
perubahan lingkungan, kemudian sebagai pengendali populasi mangsa dimana
beberapa spesies sebagai predator dalam jaring-jaring makanan. Ancaman terhadap
kelestarian amfibi dan reptil terjadi karena kerusakan habitat, deforestasi
hutan, perubahan iklim, illegal trading,
dan lainnya. Manfaat amfibi dan reptil bagi manusia sendiri adalah sebagai
sumber makanan, sumber obat-obatan (masih perlu dikaji lebih lanjut terkait
mitos yang ada), bahan kulit untuk produk fashion, hewan peliharaan (memicu illegal trading dan spesies eksotik invasive).
Penelitian amfibi
dan reptil yang umum dilakukan diantaranya tentang keanekaragaman, populasi,
perilaku, taksonomi dan evolusi, ekologi dan habitat, zoonosis, perspektif
manusia terkait keberadaan amfibi dan reptil. Amfibi dan reptil masih sering
dianggap sebagai kelompok minor, sehingga pendanaan untuk penelitian kedua
kelompok ini masih sangat kecil apabila dibandingkan dengan spesies flagship
atau spesies karismatik lainnya. Perdagangan illegal yang terjadi mampu memicu
kepunahan spesies di habitat aslinya. Regulasi dari CITES dan kuota tangkapan
alam KLHK mengatur jenis spesies dan jumlah tangkapan alam yang dapat diambil
setiap tahunnya. Dengan adanya perdagangan satwa liar, termasuk spesies eksotis
(invasive) akan menimbulkan masalah
ekologis bagi spesies alami di suatu habitat dan manusia apabila tidak dapat
dikontrol perdagangannya dan dipantau untuk pemeliharaannya.
Kasus mengenai
konflik manusia dengan reptil telah banyak terjadi dan kerap menghiasi headline berita. Rusaknya habitat alami,
berkurangnya jumlah makanan, dan gengsi tinggi untuk memelihara spesies
berbahaya menjadi penyebab terjadinya konflik antara manusia dan reptil.
Tantangan dalam mengurangi potensi konflik manusia dengan reptil diantaranya
penangkapan berlebih di alam, banyaknya komunitas “pecinta” reptil yang kurang edukasi,
penegakan hukum yang lemah, dan banyaknya public
figure yang memelihara reptil.
Cara mendukung
upaya konservasi dan meminimalisir konflik manusia-amfibi reptil yaitu dengan
mendukung upaya penelitian dan perlindungan spesies alami amfibi dan reptil
(donasi atau citizen science), tidak
terlibat dalam perdagangan illegal satwa liar dan melaporkan kepada pihak
berwenang apabila menemukan kasus serupa, bertanggung jawab dalam memelihara
spesies eksotis atau jika perlu tidak sama sekali memelihara spesies amfibi dan
reptil, menjaga dan merawat lingkungan yang menjadi habitat dari amfibi dan reptil,
dan kampanye dan edukasi konservasi kepada masyarakat melalui media social dan
media lainnya.
Materi
ketiga oleh kak Anargha Setiadi: Peranan hewan-hewan kecil dalam mengasah
ekowisata laut di Indonesia
Bagian utama dari Coral Triangle, Indonesia memiliki salah satu keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Industry ‘ekowisata’ juga berkembang pesat, dengan turis internasional yang tertarik akan isi bentang laut Indonesia. Dalam situasi yang paling ideal, ekowisata dan keanekaragaman hayati diharapkan saling mendukung. Pariwisata dapat menjadi tantangan bagi konservasi. Namun, dalam bentuknya sebagai ekowisata, ia berpeluang menjadi instrument konservasi. Ekowisata sendiri terdapat perdebatan mengenai definisi dan kriteria ekowisata. Jika ditanya mengapa ekowisata, daerah dengan keanekaragaman hayati yang tinggi memiliki tumpang-tindih dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Ekowisata diharapkan dapat menuntaskan dua hal sekaligus; kemiskinan dan degradasi ekologis. Beragam invertebrata dan ikan memainkan peran ekologis, sedangkan lainnya rentan terhadap eksploitasi.
Kesuksesan ekowisata bertumpu pada pengertian interaksi manusia dengan alam. Kesuksesan ekowisata juga bertumpu pada nilai estetika dan terkadang kebaharuan. Studi kasus dilakukan di 3 tempat, yang pertama dilakukan di Pulau Lembeh. Pulau Lembeh terletak di Sulawesi Utara, dekat Bitung. Pulau Lembeh harus dikunjungi secara ‘muck diving’, dimana berkunjung ke habitat berlumpur yang kaya akan beragam biota yang fotogenik. Salah satunya jenis gurita Lembeh yang terkenal dinamakan Wunderpus photogenicus karena keindahannya yang begitu fotogenik. Banyak juga terdapat hewan karismatik lain termasuk gurita penyamar, ikan mandarin, kelinci laut, simbion pada ekinodermata, ikan-ikan kodok dan lepu serta kerabat kuda laut. Di Lembeh, turis bersedia membayar sekitar USD 56,1 demi melindungi keanekaragaman hayati Lembeh. Namun, adanya kekhawatiran akan korupsi apabila sistem tarif tersebut diterapkan. Studi selanjutnya dilakukan di Berau, Kalimantan Timur dan Pulau Menjangan, Bali.
Materi
keempat oleh Prof.
Erri N. Megantara (Relung Penelitian Sosial untuk Satwa (REEPS) Liar)
Pandangan masyarakat terhadap nilai
dan peran satwa liar, ini sangat beragam. Tidak bisa kita sama ratakan
tergantung dengan ras, gender, agama, pendidikan, pendapatan, dll. Sehingga
sangat luas sekali pandangan-pandangan ini tentang satwa liar. Biasanya satwa
liar dilihat dari sisi manfaatnya seperti bisnis, subsisten, riset, dan budaya.
Kemudian, jika kita melihat dari sisi ekonom banyak manfaat, contoh
menghasilkan miliaran dollar yang banyak dari sisi konsumtif dan produktif
saja. Lalu, dari sisi nutrisi, ekologi, dan socio-culture. Contoh dari
perspektif socio-culture ialah pada sebuah topi yang menggunakan jenis
tengkorak monyet tertentu bukan yang lainnya.
Keterlibatan pekerja dari perspektif eco-tourism efeknyaa sangat banyak, ada agen wisata (termasuk: guide), penginapan, cindera mata, restoran (termasuk: pemasok bahan baku), transportasi, dan atraksi. Wisata diluar negeri luarbiasa karena mereka dapat menggerakkan sektor ekonomi yang banyak. Tinggal bagaiamana caranya kita mengemasnya dengan baik, agar tidak terjadi monopoli, persaingan yang tidak sehat di Indonesia yang sering kali terjadi. Satwa liar terlihat dalam menciptakan dan memelihara hutan/habitat, keseimbangan alam. Contohnya yakni ketika seekor gajah di Afrika mampu mempertahankan keberadaan sabana, jika populasi gajah menyusut akan terjadi semak yang merambah. Efeknya beberapa satwa di sabana juga menyusut.
Satwa liar berperan dalam layanan jasa ekosistem. Yakni, sebagai penyedia (Provisioning services), pendukung (Supporting services), Kultur budaya (Culture services), dan pengatur (Regulating services).
Adapun beberapa yang perlu dieksplor diantaranya:
- Pemanfaatan satwa (peruntukan, cara pemanfaatan, alasan, dll)
- Pengambilan satwa (perburuan, cara dan alat berburu, frekuensi, jumlah hasil buruan, alasan pemburuan, dll)
- Pantangan, Mitos, Dongeng, dll.
- Pengetahuan (peran, status, dll)
- Gangguan satwa terhadap masyarakat
- Upaya perlindungan (bentuk aksi, dll).
Sesi Diskusi
Setelah sesi diskusi selesai dilanjutkan pembagian Doorprize dan acara ditutup oleh MC.
Salam Lestari!
Salam Konservasi!
KSP Macaca UNJ. Inisiatif, Kreatif, Kontributif
© HUMAS KSP Macaca UNJ
Komentar
Posting Komentar