PRIMATA KEPINGAN BERHARGA YANG TIDAK BOLEH HILANG




PRIMATA

 KEPINGAN BERHARGA

YANG TIDAK BOLEH HILANG

Amanda Nurul Ashrina

 

Pernahkah kamu memainkan sebuah puzzle? Sebuah permainan yang dimana mengharuskan kita untuk menyusun suatu gambar dari berbagai kepingan agar menjadi sauati gambar yang utuh. Tetapi bagaimana jika seandainya jika kita kehilangan salah satu dari kepingan tersebut?.

Lantas apa kaitannya dengan Primata

 

Primata berasal dari kata latin “Primus” yang artinya prima atau peringkat pertama (Wilson & Reeder, 2005). Primata merupakan ordo dari class mamalia dan termasuk ke dalam infraclass mamalia berplasenta (eutheria) (Rook & Hunter, 2014). Primata memiliki 375 – 522 spesies yang tersebar di seluruh bagian dunia (Cartmill, 2010). Primata merupakan hewan sosial yang hidup secara arboreal maupun terestrial. Namun, kebanyakan primata menghabiskan waktu hidupnya di atas pohon (newworldencyclopedia.org). Umumnya primata hidup di ekosistem hutan hujan tropis, akan tetapi dapat pula dijumpai di kawasan lain seperti sabana, gurun, pesisir pantai, dan pegunungan (Macdonald, 2009).



Gambar 1. Klasifikasi Primata (Ishigaki et al, 2018).

Hewan yang termasuk ke dalam ordo primata memiliki ciri ciri sebagai berikut:

1.      Ibu jari yang berlawanan arah;

2.      Volume otak besar (1.240 – 1.440 cm3);

3.      Memiliki pandangan berfokus ke depan dengan sudut pandang yang sempit;

4.      Telapak kaki mendatar;

5.      Memiliki kelenjar mamae;

6.      Memiliki tulang ekor;

7.      Bersifat homoioterm (en.wikipedia.org/wiki/Primate).

Primata diklasifikasikan menjadi dua subordo yaitu Strepsirrhini (lemur, galagos, dan kukang) serta Haplorhine (tarsius, monyet, dan kera) (Gambar 1). Simian atau kelompok kera berhidup pesek, dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu platyrrhine/new world monkey dan Catarrhine/old world monkey. platyrrhine/new world monkey memiliki ciri khas ekor yang menggenggam (prehenisil) dan lubang hidng menyamping. Sementara itu, Catarrhine/old world monkey memiliki ciri khas hidung menghadap ke bawah (Hartwig, 2011).

Tahukah kamu? Kurang lebih sebanyak 40 spesies primata dari seluruh spesies yang ada di dunia, dapat dijumpai di Indonesia. Hal ini berarti hampir ± 25% primata terdapat di Indonesia. Tak hanya itu, 24 dari 40 spesies primata yang ada di Indonesia merupakan satwa endemik (Fauzi et al, 2017). Dengan demikian, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki diversitas spesies primata yang cukup beragam dan unik.

Primata sendiri merupakan salah satu diantara banyaknya komponen penyusun ekosistem. Primata  memiliki peran yang amat penting bagi keberadaan hutan dan juga kehidupan manusia. Mengapa demikian? Apa peran primata bagi ekosistem? dan Apa hubungannya dengan kehidupan manusia?. Mari kita simak penjelasan berikut:

 

1.      Penambah Volume Humus Untuk Kesuburan Tanah

Humus dikenal sebagai sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mengalami perombakan oleh organisme dalam tanah. Secara kimia, humus didefinisikan sebagai suatu kompleks organik yang di dalamnya mengandung banyak metabolit sekunder seperti seperti fenol, asam karboksilat, dan alifatik hidroksida (p2k.unkris.ac.id).

 

Lantas bagaimana cara primata membantu menambahkan volume humus tersebut?

 

Sebagai contoh yaitu Orangutan, tahukah kamu, bahwa orangutan suka mematahkan ranting-ranting pohon? Nah, dari ranting dipatahkan oleh orangutan inilah yang akan menjadi bahan baku humus di tanah hutan (Normile, 2009). Mengapa hal tersebut terjadi? Ranting yang jatuh ke tanah akan mengalami proses humifikasi atau terbentuknya tanah humus yang merupakan pengomposan secara alami.

 

2.      Mediator Penyerbukan

Primata juga ternyata sangat membantu dalam proses polinasi, salah satu contohnya adalah Lemur bulu hitam putih yang menjadi polinator terbesar di dunia. Tapi tahukah kamu apa itu polinator? Polinator adalah makhluk hidup yang membantu proses polinasi dengan cara membawa serbuk sari ke putik. Lemur bulu hitam-putih sendiri merupakan polinator bagi tanaman palem kipas. Lemur bulu hitam-putih ini suka memakan nektar yang terdapat pada tanaman tersebut. Saat Lemur hitam-putih mengkonsumsi nektar, serbuk sari akan menempel pada rambut-tambutnya yang lebat. Saat ia berpindah dari satu bunga ke bunga yang lain, serbuk sari akan terbawa dan terjatuh di putik bunga lainnya (bobo.grid.id).

 

3.      Sebagai Pemencar Biji Vegetasi Hutan

Deshmukh (1984) menjelaskan bahwa interaksi saling menguntungkan antar tumbuh-tumbuhan dan hewan yang sifatnya herbivore umumnya terjadi di hutan hujan tropis. Seperti yang kita ketahui, bahwa tumbuhan termasuk ke dalam sumber pakan utama bagi hewan. Selain itu, hewan pun bermanfaat bagi tumbuhan dalam hal pemencaran biji. primata termasuk ke dalam hewan-hewan yang membantu hal tersebut. sebagai contoh, laporan yang dikemukakan oleh Suhandi (1988), menyimpulkan bahwa dari hasil penelitian yang ia lakukan, Orangutan sumatera berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem di hutan.

 

Mengapa demikian?

 

Hal ini dikarenakan Orangutan memakan buah-buahan berbiji. Biji buah yang tertelan tidak akan tercerna dan akan dikeluarkan bersama feses. Hal tersebut secara tidak langsung dapat membantu regenerasi hutan dengan menyebarkan biji-biji yang keluar melalui kotoran dan jatuh di sepanjang daerah perjalanannya.

 

Dari penjelasan diatas, kita bisa tahu bahwa primata mempunyai peran yang sangat besar untuk keberlangsungan hidup hutan dan manusia. Tetapi sayangnya masih banyak orang yang masih tidak peduli dengan hal-hal tersebut hingga munculnya ancaman-ancaman bagi para primata. Banyak sekali primata-primata di Indonesia yang menghadapi ancaman kehilangan habitat. Mengapa bisa terjadi? Hal ini diakibatkan oleh perubahan iklim dan juga karena aktivitas manusia yang merusak lingkungan seperti kebakaran hutan, alih fungsi hutan, dan pengelolaan hutan yang tidak ramah lingkungan.

Beberapa primata di Indonesia bersifat arboreal atau hidup di pepohonan dan sebagian lagi hidup di tanah sehingga dapat dipastikan hidup primata yang ada di Indonesia ini sangatlah bergantung pada pepohonan dan hutan. Namun, jika kebakaran atau penebangan hutan secara sembarangan terjadi, maka kelangsungan hidup primata pun akan menjadi sangat terancam, atau bahkan berujung pada kematian dan kepunahan.

Belum lagi dengan ancaman-ancaman jual beli primata illegal yang dilakukan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. Sebagai contoh, kasus pada tanggal 8 Agustus 2019, yang mana tertangkap dan  dipenjarakannya pedagang kukang ilegal. Hal tersebut tentunya melanggar undang-undang perlindungan satwa yang terdapat pada UU pasal 21 ayat (2) dan Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang No.5 tahun 1990 yang melarang segala bentuk perdagangan satwa liar yang dilindungi. Perdagangan satwa liar yang dilindungi merupakan suatu tindak pidana yang mempunyai sanksi pidana penjara dan denda. Pada kasus pedagang kukang tersebut, Polisi menyita barang bukti berupa 8 ekor kukang yang kini sudah dilepasliarkan ke alam bebas oleh BKSDA Sumatera Selatan. Terdakwa mengaku bahwa ia mengira kukang tersebut adalah beruk semuni (Nycticebus menagensis). dan menjual kukang tersebut. Berdasarkan keputusan pengadilan, terdakwa akhirnya mendapat humukan 5 tahun penjara dan denda sebesar 100 juta (tekno.tempo.com). Bayangkan,bagaimana jika seandainya perdagangan kukang tersebut tidak terungkap? Pastinya para kukang tersebut akan di jual ke orang-orang dan akan ditempatkan di tempat yang bukan habitatnya.

Sekarang mari kita bayangkan, bagaimana jadinya hutan kehilangan salah satu komponen ekosistemnya yaitu primata. Apakah semuanya akan berjalan seperti biasanya atau malah keseimbangan ekosistem hutan menjadi terganggu? Tanpa adanya penyerbukan seperti Lemur hitam-putih, maka tanaman di Bumi pun akan menghilang. Tanpa adanya orangutan yang menyebar benih, tentu kehidupan alam akan terganggu karena kehilangan salah satu bagiannya yang paling penting dalam penyebaran benih.

Sebenarnya ada banyak sekali dampak-dampak negatif yang akan diakibatkan jika primata punah. Namun sayang masih banyak manusia yang sadar akan hal ini. Padahal jika kita telaah lagi, manusia bisa menjadi salah satu faktor penyebab dari kepunahan primata, dan manusia pula lah yang akan merasakan dampak terbesar jika seandainya primata punah.

Sadarkah kalian kebanyakan penyebab dari kerusakan alam dan sekitarnya adalah dikarenakan keserakahan dan kecerobohan dari manusia. Hutan yang seharusnya menjadi tempat habitat atau rumah bagi para hewan beserta berbagai macam tumbuhan yang berada di dalamnya di tebang untuk dijadikan suatu lahan bagi keuntungan masyarakat setempat, tindakan tersebut bahkan tidak dibersamai dengan kegiatan reboisasi ataupun melakukan sistem tebang pilih. Pada akhirnya, para hewan pun kehilangan tempat tinggal dan sumber makanannya. Tak hanya itu, banyak orang yang kini berlomba-lomba untuk memelihara primata di rumahnya. Padahal akan lebih baik jika hewan liar dibiarkan hidup bebas di habitatnya.

Tahukah kamu? bahwa lebih dari 70% primata Indonesia terancam punah yang dikarenakan perburuan dan perdagangan liar, data tersebut mengacu pada catatan ProFauna Indonesia sejak 2016 sampai 2018. Badan Konservasi Internasional (IUCN) menempatkan 4 jenis primata endemik Indonesia ke daftar 25 spesies primata yang paling terancam di dunia, yang mana diantaranya adalah orangutan Sumatera (Pongo abelii) , tarsius siau (Tarsius tumpara), kukang Jawa (Nyticebus javanicus), dan simakubo (Simias cocolor). (kumparan.com).

Bayangkan, apa yang primata-primata tersebut akan katakan jika mereka mampu berbicara? Apakah manusia akan sadar akan perilakunya? Pernahkah kamu memosisikan dirimu sebagai mereka? Sekarang mari kita coba posisikan diri kita sebagai primata. Sebagai primata yang kehilangan tempat tinggal dikarenakan ulah manusia, sebagai primata yang diperjual belikan oleh manusia layaknya sebuah barang, sebagai primata yang disiksa agar mau menuruti apa kata manusia, sebagai primata yang harus terpaksa terpisah jauh dari keluarganya, dan masih banyak lagi.

 

Layaknya kita manusia, primata juga merupakan makhluk hidup yang Tuhan ciptakan. Lantas apa yang membuat manusia bisa bertindak begitu semena-mena?

 

Sebenarnya ada banyak sekali cara untuk mencegah kepunahan dari primata loh!

 

1.      Menghindari transaksi satwa langka

Seperti yang kita tahu, bahwa banyak sekali orang-orang yang tertarik atau suka memelihara primata seperti monyet, dan lain-lain. Nah kita harus menghindari hal ini, karena banyak orang di luar sana melakukan transaksi illegal satwa langka terutama primata.

 

2.      Membuat penangkaran

Penangkaran ini bisa melindungi hewan-hewan primata dari ancaman orang-orang yng tidak bertanggung jawab dan memberikan kesempatan bagi primata-primata tersebut untuk berkembang biak.

 

3.      Membuat papan larangan

Nah yang satu ini juga penting, gunanya untuk memberikan peringatan atau pemberitahuan kepada orang-orang di sekitar. Di papan larangan tersebut bisa disertai dengan ancaman pidana atau sanksi jika perburuan tetap dilakukan.

 

4.      Memberikan edukasi & sosialisasi

Semuanya tidak akan berjalan dengan lancer jika tidak memiliki edukasi yang memadai. Selama ini masyarakat kebanyakan tidak tahu tentang jenis satwa apa saja yang dilindungi pemerintah terutama primate. Karena inilah masyarakat harus mendapatkan edukasi dan sosialisasi agar masyarakat mampu menjaga dan melestarikannya.

 

5.      Mendukung upaya pelestarian lingkungan

Cara mendukungnya itu bagaimana sih? Untuk cara mendukungnya sendiri pun ada berbagai cara yaitu contohnya adalah dengan memberikan bantuan finansial maupun moril dalam setiap kampanye yang dilakukan.

 

 

Marilah kita jaga dan lindungi primata yang ada di sekitar kita. Bagaikan kepingan puzzle yang mana berarti komponen-komponen yang ada di bumi ini akan tidak lengkap jika salah satunya hilang. Maka dari itu, marilah kita jaga primate sebelum terlambat dan menyesalinya.” - Amanda

 

Referensi:

Cartmill, M. (2010). Primate classification and diversity (pp. 10-30). Primate Neuroethology. Oxford University Press.

Deshmukh, I. K. (1984). A common relationship between precipitation and grassland peak biomass for east and southern Africa. African Journal of Ecology, 22(3), 181-186.

Fauzi, F., Rahmawati, R., & Sandan, P. (2017). Estimation of Population Density And Food Sort of KELASI (Presbytis Rubicundamuller 1838) in Nyaru Menteng Arboretum of Palangka Raya. Daun: Jurnal Ilmiah Pertanian dan Kehutanan, 4(1), 7-16.

Hartwig, W. (2011). "Chapter 3: Primate evolution". In Campbell, C. J.; Fuentes, A.; MacKinnon, K. C.; Bearder, S. K.; Stumpf, R. M (eds.). Primates in Perspective (2nd ed.). Oxford University Press.

http://kumparan.com. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2021, pukul 23.10 WIB.

http://p2k.unkris.ac.id. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2021, pukul 22.08 WIB.

https://bobo.grid.id. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2021, pukul 22.20 WIB.

https://en.wikipedia.org/wiki/Primate. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2021, pukul 21.34 WIB.

https://tekno.tempo.com. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2021, pukul 23.02 WIB.

https://www.newworldencyclopedia.org/entry/eutheria. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2021, pukul 21.26 WIB.

Ishigaki, H., Shiina, T., & Ogasawara, K. (2018). MHC-identical and transgenic cynomolgus macaques for preclinical studies. Inflammation and regeneration, 38(1), 1-6.

Macdonald, D. W. (2009). Princeton encyclopedia of mammals. Princeton University Press.

Normile, Dennis. (2009). Restoring a ‘Biological desert’on Borneo.

Rook, D. L., & Hunter, J. P. (2014). Rooting around the eutherian family tree: the origin and relations of the Taeniodonta. Journal of Mammalian Evolution, 21(1), 75-91.

Suhandi, A. S. (1988). Regenerasi jenis-jenis tumbuhan yang dipencarkan oleh orangutan sumatera (Pongo pygmaeus abelii) di hutan tropika Gunung Leuser. Skripsi sarjana Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta.

Wilson, D. E., & Reeder, D. M. (Eds.). (2005). Mammal species of the world: a taxonomic and geographic reference (Vol. 1). JHU Press. 

 

 

 

 

 


 


Komentar

Posting Komentar