Kirim Delegasi 8: Serangga dalam Agroekosistem Perkebunan: Kecil tapi Punya Peran Besar

Serangga dalam Agroekosistem Perkebunan: Kecil tapi Punya Peran Besar

Citra Adawiyah Wardani - KSP 22


Pada tanggal 25 Maret 2025, BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) menggelar webinar bertema “Serangga dalam Agroekosistem Tanaman Perkebunan” yang membahas pentingnya peran serangga dalam mendukung keberlanjutan pertanian, khususnya di sektor perkebunan seperti kelapa, sawit, dan tebu.


1. Serangga: Sahabat Tak Terlihat dalam Ekosistem Pertanian

Serangga mungkin kecil, tapi perannya dalam pertanian sangat besar. Mereka bukan hanya penyerbuk tanaman, tapi juga predator alami hama, pengurai bahan organik, hingga indikator kualitas lingkungan. Sayangnya, perubahan iklim, degradasi lahan, dan pencemaran pestisida mengancam kelangsungan hidup mereka. 

Di Indonesia, bahkan perkebunan sawit bisa menjadi rumah bagi ratusan spesies serangga. Contoh menarik datang dari Kepulauan Togean, satu-satunya habitat bagi empat spesies belalang unik yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia.


2. Strategi Cerdas dalam Mengendalikan Hama

Perkebunan kelapa, sawit, dan tebu rentan diserang berbagai jenis hama seperti ulat dan penggerek. Alih-alih mengandalkan pestisida, strategi pengendalian hayati kini jadi solusi lebih ramah lingkungan. Mulai dari penggunaan parasitoid Trichogramma, semut sebagai predator alami, hingga teknologi seperti feromon pengganggu perkawinan. 

Di perkebunan tebu, kombinasi semut dan parasitoid terbukti efektif dalam mengendalikan hama pada tahap telur dan larva biaya lebih hemat, hasil lebih sehat.


3. Menjadi Petani Pintar dengan Pertanian Berkelanjutan

Salah satu solusi jangka panjang adalah pertanian berkelanjutan. Contohnya, sistem interkropsi kelapa dengan tanaman bernilai ekonomi seperti pala, kakao, dan vanila terbukti mampu meningkatkan pendapatan sekaligus menekan populasi hama.

Program seperti Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan varietas tahan hama, dan teknik konservasi seperti "tree islands" di kebun sawit menjadi bukti bahwa integrasi pengetahuan dan praktik lapangan bisa menciptakan ekosistem yang sehat bagi serangga penyerbuk dan petani.


4. Tantangan yang Dihadapi, Solusi yang Dikembangkan

Meski banyak solusi ditawarkan, tantangan tetap besar. Sekitar 60% kebun kelapa masih terdampak hama berat, sementara banyak petani masih mengandalkan insektisida. Akibatnya, penyerbukan alami menurun dan produksi buah terganggu.

Kini, teknologi seperti robot penyerbuk mulai dikembangkan untuk mengatasi krisis penyerbukan, meskipun penggunaannya masih terbatas dan penuh tantangan teknis.


5. Riset, Inovasi, dan Kolaborasi adalah Kunci

Penelitian terus berjalan, tapi hasilnya akan lebih maksimal jika didukung kolaborasi lintas sektor: akademisi, pemerintah, perusahaan, hingga petani. Misalnya, riset menunjukkan bahwa penggunaan herbisida berlebih mengurangi keberadaan bunga liar yang penting bagi musuh alami hama.

Menariknya, varietas klonal tebu juga menunjukkan respons yang berbeda terhadap tingkat parasitasi, yang berarti pemilihan varietas dapat memengaruhi efektivitas pengendalian hama secara alami.


6. Jangan Lupakan Nilai Ekonominya

Kelapa, sawit, dan tebu bukan hanya komoditas penting secara nasional, tapi juga menjadi sumber penghidupan utama jutaan petani kecil. Misalnya, kumbang Elaeidobius dikenal sebagai hama sawit, tapi di sisi lain juga berperan sebagai penyerbuk alami. Ini menunjukkan pentingnya pendekatan pengelolaan yang cermat dan berbasis ekologi.

Jika dikelola dengan cara ramah lingkungan, potensi produksi bisa meningkat dengan biaya rendah tentu dengan dukungan kebijakan, riset, dan edukasi yang memadai.

---

Serangga bukan musuh, melainkan mitra yang berharga dalam dunia pertanian. Lewat webinar ini, BRIN mengingatkan kita bahwa masa depan pertanian yang sehat dan produktif bergantung pada keseimbangan ekosistem dimulai dari yang terkecil, yaitu serangga.

Komentar